Terimakasih, Rana.


Pria itu mengalihkan pandangannya ke luar jendela, sudah satu jam Ia menunggu seseorang ditemani rintik hujan. Raut mukanya terlihat resah, jari telunjuknya terus bergerak mengelilingi bibir cangkir. Sesekali Ia mengintip jam tangan yang dikenakannya di pergelangan tangan kiri. Kini, pria itu memejamkan matanya, mencoba menghapus beberapa dugaan yang sedari tadi mengganggu pikirannya. Tiba-tibat ercium aroma parfum yang sudah bersahabat dengan indra penciumannya. Dia telah datang...batinnya.
“Maaf karena sudah membuatmu menunggu.”
“Aku sudah terbiasa mendapatkan pengingkaran dari sebuah janji.” Sang pria tidak menghiraukan ucapan penyesalan itu. Ia mencoba menyibukkan diri dengan mendengarkan lagu lewat headset. Namun seketika, pipinya merasakan usapan lembut dari punggung telapak tangan yang melepaskan alat itu dari telinganya.
“Kamu marah? Arga, bukankah sudah ku kirim pesan bahwa macet telah melumpuhkan perjalananku?” Pria itu menyeritkan alis. Pesan katanya? Ia baru tersadar bahwa sebelum berangkat dengan sengaja jemarinya menonaktifkan notification yang ada di ponselnya. Kemudian Ia memandang gadis itu. Bajunya terlihat sedikit basah, nafasnya terengah-engah. Gadis tersebut sudah pasti berlari mengejar waktu tanpa melepaskan sedikit pun auranya.
“Sekarang sudah tidak. Aku tidak membaca pesanmu, maaf.” Ia malu. Ia merasa tak pantas untuk marah kepada Rana. Seharusnya, sebagai seorang pria, Arga menjemput Rana, bukan malah memintanya datang secara tiba-tiba ditengah hujan deras tanpa memberinya akomondasi transportasi.
“Arga Setya Sanjaya. Kamu memang tidak pernah berubah. Ada masalah apa?” Rana selalu mampu mengukirkan senyum seperti malaikat. Binar matanya selalu memancarkan kehangatan tersendiri. Terutama bagi Arga. Pria yang tidak bisa berhenti mengaguminya secara diam-diam.
“Sebaiknya kamu pesan minuman dulu. Akan ku ceritakan nanti.” Sesuai dugaan, para pelayan cafe yang sedari tadi memperhatikan Rana langsung mengutus salah seorang diantara mereka untuk melayani Rana. Rana memiliki pesona yang tiada duanya, seolah olah Ia dapat memindahkan pusat gravitasi ke dalam dirinya bagi lingkungan sekitar.
“Kok kamu gak pesan minuman lagi? Cangkir kamu udah kosong. Pesan kopi ya?”
“Rana, aku gak suka kopi.”
“Sampai kapan? Padahal kamu dulu yang mengenalkanku dengan minuman pahit itu. Sehari bisa 3 cangkir habis kamu teguk.”
“Hm... jangan buat situasi jadi runyam ya.” Arga merasakan dua hal yang berbeda dalam satu waktu. Ia senang Rana mengingat kebiasaan lamanya. Tapi Ia juga merasakan sesak di dadanya ketika mengingat alasan mengapa Ia tidak suka secangkir kopi.
“Ya sudah, cerita saja kalau begitu. Tanpa ada..”Arga memotong pembicaraan Rana selagi gadis itu memberikan pesananya kepada pelayan.
“asap rokok.” Arga ingat betul bahwa Rana tak pernah mau bersangkut paut dengan segala hal yang berhubungan dengan batang silinder mematikan itu. Sehingga, setiap kali Ia bertemu dengan Rana, pria tersebut selalu menyembunyikan atau bahkan tidak membawa benda itu. Sedangkan, Rana hanya tersenyum menanggapi cetusan Arga.
“Aku merindukanmu.”
“Aku juga. Arga, maaf akhir-akhir ini aku sangat sibuk sehingga tidak bisa menyempatkan waktu sebagai sahabatmu.”
“Sahabat ya. Hm...” Ia benci kalimat itu. Ia benci jikalau Rana hanya menganggapnya sebagai seorang sahabat. Nyatanya, Ia mengharapkan lebih.
“Tentu..kamu akan jadi sahabat terbaikku. Oiya, aku ingin mengenalkan mu kepada seseorang.” Kini...Arga mulai menaruh curiga terhadap Rana yang mulai tersipu malu.
“Sia......” Belum sempat Arga melanjutkan pertanyaannya, datanglah seorang lelaki tinggi dengan setelan jas bermerek Boss dan jam tangan yang terlihat mewah.
“Selamat sore, Sayangku.”
Sayang?! Lancang sekali pria ini. Sudah duduk tanpa permisi, terlebih dengan seenak hati memanggil Rana dengan sebutan sayang? Enak saja! Batin Arga.
“Sore.” Rana tersenyum puas ketika sebuah kecupan manis mendarat di dahinya. Arga yang duduk di hadapan Rana dan si pria asing tersebut memberikan reaksi dengan mata melotot dan bibir yang berdumal kesal.
“Arga, kenalkan ini Danes. Danes, ini Arga. Dia sahabat karibku sejak kecil yang dulu pernah ku ceritakan, ingatkan?”
“Tentu, aku ingat. Kenalkan, aku Risangga Daneswara.” Danes menyodorkan tangan kanannya sebagai tanda ajakan untuk berjabat tangan. Namun, ia hanya mendapat balasan tatapan dari Arga. Seketika Rana langsung mengambil tangan kanan Arga dan menyatukannya dengan tangan Danes sehingga mereka terlihat seperti sudah melakukan kebiasaan orang yang sedang berkenalan.
            “Arga, aku punya dua kabar gembira untuk kamu.”
            “Apa?” Jangan......
            “Danes ini kekasihku.” Jangan........dikatakan.
            “Oh.”
            “Hanya itu? Arga! Waktu itu kamu pernah bertanya kan ke aku sampai kapan kamu harus berkorban buat jagain aku? Sekarang, kamu udah gak perlu lagi kayak gitu. Seharusnya kamu senang karena kehadiran Danes.”
            “Siapa bilang aku tidak senang?” Arga baru menyadari jikalau Rana yang dia kenal lebih dari tujuh belas tahun itu benar-benar gadis yang polos. Bagaimana bisa Rana menganggap bahwa Arga sudah lelah untuk menjaganya. Bagaimana bisa tanpa persetujuan Arga, Rana yang sudah dua bulan lebih tidak ada kabar tiba-tiba membawa seorang pria untuk menggantikan posisi Arga. Keterlaluan.
            “Selalu begitu.” Rana mengambil memasang muka cemberut. Belum sempat Arga mengerluarkan tangan dari sakunya, tiba-tiba tangan Danes sudah mengusap-usap rambut Rana. Persis seperti yang sering Arga lakukan ketika Rana mulai ngambek.
            “Kami akan mengadakan pertunangan.” Danes mengambil suara setelah sedari tadi hanya memperhatikan dua orang yang bersahabat tersebut.
            “Apa? Bagaimana bisa?!”
            “Kenapa memangnya?” Rana mengalihkan pandangannya kepada Arga sehabis bertukar senyum dengan orang yang ia anggap sebagai kekasihnya itu.
            “Oh astaga. Kenapa memangnya?! Aku heran. Bahkan sangat heran. Rana, kamu datang membawa Danes supaya dapat memperkenalkannya dengan ku untuk yang pertama kali sebagai kekasihmu, kemudian kalian berdua berkata akan bertunangan? Ayolah Rana, apa yang kamu lakukan selama 2 bulan terakhir?”
            “Arga. Aku tau kamu bingung. Tapi aku kenal Danes udah lama. Dia teman Mas Eryan sewaktu SMA.”
            “Aku gak penah tahu kamu dekat dengan teman kakakmu.” Arga marah, kesal dan kecewa kepada Rana. Rana yang setiap hari selalu berikirim pesan kepadanya tidak pernah sedikitpun membahas mengenai Danes. Tapi mengapa sekarang Rana malah memutuskan untuk menerima pertunangan dari pria yang baru Arga kenal hari ini?
            “Makanya, sekarang aku beri tahu kamu.”
            “Sayangnya sudah terlambat. Entahlah, Rana.Sepertinya, aku harus ke kamar mandi.”
            “Arga...” Rana hendak mencegah Arga ketika Danes menyiku tangan Rana sebagai pertanda supaya Rana tetap duduk dan memberikan waktu bagi Arga untuk menenangkan diri.
            “Aku yakin dia kabur. Tunggu sebentar ya.” Rana sudah hafal dengan kebiasaan Arga disaat seperti ini. Ia beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju pintu keluar melewati kasir. Namun, tiba-tiba Rana dicegah oleh seorang pelayan yang tadi melayaninya.
            “Mbak Rana ya? Maaf ini ada titipan.” Rana terdiam sesaat. Ia hanya mengamati selembar kertas yang disodorkan oleh pelayan tersebut. Pasti dari Arga batinnya. Perlahan Rana membaca isi surat tersebut.
            Rana, maaf. Aku tak tahu harus bagaimana. Ada sebuah pepatah yang berkata sahabat sejati akan selalu bahagia bersama. Tapi aku tidak bisa dan tidak mau seperti itu jikalau keadaannya seperti ini. Tapi aku akan berusaha menerima keputusanmu. Ku ucapkan selamat atas pertunanganmu. Terimakasih Rana, kamu telah membuatku sakit hati. Aku mencintaimu. –Arga

            

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible

0 komentar:

Posting Komentar